Segelas perekat hitam terseduh dalam ironi pagi,
tanpa basa – basi mulai mengendus imaji diatas meja
berkaki
dia memaki “Bait – bait ini tak bermakna!”
Duduk terkantuk hingga terantuk sisi – sisi ilusi
dan
mulai menanyakan “Inikah yang kau sebut diksi?”
Seikat kepala hanya mampu berpacu pada personifikasi
lugu
“Angin menari
– nari disekelilingmu”
Teruntuk pulas – pulas senja dalam coretan karya
platonik
yang memicik
Sang inspiran masih berceracau “mainkan pena
telunjukmu”
Hembus nafas termaktub bertubi – tubi hingga
lembaran
melayang, meluruh dan menyentuh tanah : melemah
Mulai menyerah “Aku tak sanggup meraba citraan
pendengaran”
Kalimat – kalimat sengau yang terintimidasi
menuntut sebuah puisi serasi
Termaki lagi “Bodoh! Puisi itu dari hati,
jangan pikirkan gemeretuk gigi tanpa inspirasi”
0 komentar:
Posting Komentar