PENIKMAT CAHAYA

Sabtu, 19 Oktober 2013



Makhluk - makhluk kecil penikmat cahaya

Bergerak dalam ruang adaptasi tanpa lagak

Menari - nari mengitari

Yap - sayap gemulai meliuk tanpa frekuensi

Mengadu akan pergantian musim kurang dari sewindu

Mengisi metamorfosa

Sayap tertanggal satu demi satu

Rentan menyibak

Mengkonversikan kematian dengan jejak pecandu baru

Tergeletak;
Sayap tersapu sepoi.

NGAWI, JAWA TIMUR

Senin, 05 Agustus 2013

EMBUNG KUNIRAN, NGAWI, EAST JAVA

 
















BERSELINGKUH DENGAN REMBULAN

Sabtu, 11 Mei 2013



Perkenalkan. Aku adalah pagi. Selalu berada disekelilingmu dengan suapan sarapan pertama kali. Mendampingi wangi kopi susu yang kau sesap bersama ampasnya. Bergumul diantara pasir koyak atas hujan semalam. Hujan arabica.
Serupa ranting yang menatapmu dalam lamunan. Hampir saja. Hampir saja aku mematahkan diri karena matamu terlalu tajam merasuki tulang kambium. Menelan maklum. Aku pura – pura tertawa. Lebih tepatnya pura – pura berkicau. Pelan mendekatimu dengan suara yang sengau. Berharap kau mengasihani burung kecil yang mengitarimu dengan lemparan potongan bakpau. Maaf, mungkin kataku terlalu klise dan biasa. Sama kata. Ada dimana – mana.
Asal kau tau, aku selalu cemburu. Cemburu melihatmu mendekati malam. Kau juga menatap dan menikmati dia, seakan aku dengannya adalah kembar siam. Aku hanya ingin merebut teduhmu. Dan menyesali mengapa kau bukan bagian dari peribahasa pungguk merindukan rembulan. Kau tak perlu berharap ataupun menjadi seekor pungguk yang bertanya – tanya. Kau tak pernah cemas atau didera khawatir. Karena kau selalu berhasil membawa sinarnya dalam dengkuran abstrak yang kau buat sendiri. Mendekapnya sampai menemuiku esok pagi. 
Harus kepada siapakah aku berlari? Kepada sore yang tenggelam? Ah, justru hal itu yang mengantarkanmu pada si rembulan. Aku tidak mau menangis. Karena kau benci pagi yang lembab. Aku harus membuat sirkulasi pagi yang menarik. Cantik.
Kau bilang, aku dan malam adalah pasangan. Tapi, mengapa kau merebut kami berdua? Tidak bisakah kau meninggalkan malam dan berdua dengan pagiku? Tepatnya memilih salah satu.
Jika aku bisa. Aku ingin menceraikan kau dengan  malam beserta si rembulan. Berdoa pada Tuhan. Membunuh keseimbangan. Akankah? Pagi ada dan malam tiada.

PUISI TENTANG KOTA PADANG

Selasa, 26 Maret 2013

 Assalamualaikum.. Kembali dengan postingan puisi. Kali ini adalah puisi yang di ikutkan ke lomba menulis nusantara bertema "Kado untuk Kota Padang tercinta". Sayangnya cuma berhenti di 150 besar. Jadinya gagal dapat hadiah tour kepenulisan ke Malaysia.. Huwaaha :D terus semangat ikut lomba! Happy reading to you all..  -HC





PADANG MASIHKAH BERDENDANG?

(1)
Secawan harap kau atur di perantauan alur bayur
Melatahkan sendawa pada ilalang kencana Padang Panjang : membudaya
Bersama karas menetas di Batang Arau yang menghilir di mahligai tabir

(2)
Tetap kau kenang panggada Bima yang menimbun moyang Sang  Padang
Hingga merunduk di balik tanduk yang menyeringai di bilik Sang Gadang
Kau sempatkan menyantap kaba bersahaja yaitu rengat Siti Nurbaya
Mengumbar gelitik rindu yang membingkai sisik hati

(3)
Oh…Padang masihkah berdendang ?
Belum sempat kau haturkan helaian pucuak rabuang
Padang telah tergeletak di pangkuan : merajam kehidupan
Timangan alam penuh gelagat yang meretas rintih
Kau merajuk para rusuk agar tetap menampung nafas di sela reruntuhan
                       
(4)       
Padang masih meradang disertai gelimpang
Namun ranah Minang bukanlah senja berjubah manja

(5)
Sesaat kau muncul di peraduan menghadap barat
Mereguk nestapa kemudian terpekur dalam siluet doa
Mencumbu haru di Kota Padang tercinta
Disaksikan pesona juwita yang membahana
Bukan lagi lemah menghujan ,
melainkan diiringi dendang sepotong rendang

CERACAU SANG INSPIRASI

Senin, 18 Maret 2013



Segelas perekat hitam terseduh dalam ironi pagi,
tanpa basa – basi mulai mengendus imaji diatas meja berkaki
dia memaki “Bait – bait ini tak bermakna!”

Duduk terkantuk hingga terantuk sisi – sisi ilusi dan
mulai menanyakan “Inikah yang kau sebut diksi?”

Seikat kepala hanya mampu berpacu pada personifikasi lugu
“Angin  menari – nari disekelilingmu”

Teruntuk pulas – pulas senja dalam coretan karya platonik
yang memicik

Sang inspiran masih berceracau “mainkan pena telunjukmu”

Hembus nafas termaktub bertubi – tubi hingga lembaran
melayang, meluruh dan menyentuh tanah : melemah

Mulai menyerah “Aku tak sanggup meraba citraan pendengaran”

Kalimat – kalimat sengau yang terintimidasi
menuntut sebuah puisi serasi

Termaki lagi “Bodoh! Puisi itu dari hati,
jangan pikirkan gemeretuk gigi tanpa inspirasi”

Don't forget to leave comment :)